Penulis : Dinda Mega Natasya

Malang, Smart Indonesia Academy — Berkat ilmu behavioral science, beberapa merek-merek terbesar di dunia belasan tahun belakangan mulai mendapatkan hasil yang lebih baik. Ilmu ini juga telah berhasil membawa dua praktisinya, yaitu Daniel Kahneman dan Richard Thaler mendapatkan sebuah penghargaan Nobel dibidang ekonomi, lho!

Behavioral Science merupakan sebuah ilmu yang lebih memfokuskan tentang bagaimana manusia berfikir, mencerna informasi, memprotes dan meresponsnya dari sudut pandang, psikologi, neuroscience, bahkan fisiologis dan genetika.

Lalu kenapa ilmu ini sangat penting untuk dunia bisnis? Layaknya ucapan Simon Sinek “bahwa mereka yang tidak pernah mengerti manusia, maka mereka juga tidak akan pernah mengerti tentang bisnis”, maka dari itu ilmu ini sangat wajib untuk kemampuan para pebisnis dan juga pemasar.

Singkatnya kita bisa mengambil contoh IKEA yang memakai ilmu ini untuk memperbaiki customer experience, penasaran? Check it out!

1) Sunk Cost Fallacy

Jika kamu memperhatikan, hampir semua letak toko IKEA berada di pinggiran kota dan dekat dengan jalan tol. Seperti, di Indonesia toko IKEA yang berada di Alam Sutera, Sentul, dan Jakarta Garden City yang sama sekali tidak bisa dikatakan tengah kota.

Nah hal ini bertujuan supaya kita memperhitungkan ROI ketika sudah sampai disana. Dan membuat benak kita timbul sebuah pemikiran seperti ini “Masa sudah jauh-jauh kesini gak beli apa-apa.”

2) Scent Marketing

Melalui perspektif behavioral science ini, IKEA memanfaatkan sensor marketing melalui aroma yang khas. Melalui aroma ini kita bisa menggunakannya sebagai Identitas dan juga secara otomatis memicu macam-macam memori yang tersimpan yang berkaitan dengan hal ini.

3) Primacy Effect

Sadar gak kalau disetiap toko IKEA, kamu akan menemukan sebuah showcase dari setting sebuah sudut dalam rumah. Setingg ini memang terlihat sederhana, tapi hal ini bisa menciptakan kesan pertama yang baik.

Showcase mini yang cantik ini bisa membuat mood kita menjadi lebih baik dan dengan mood yang baik, itu bisa menentukan bagaimana kita akan berbelanja.

4) Touch & Feel

Di dalam ilmu Behavioral science, sebuah sentuhan akan membangun sebuah keterikatan. Dan IKEA menggunakan hal tersebut, semua itu bisa terlihat dari tokonya yang tidak dipenuhi oleh pramuniaga. Di berbagai toko IKEA, kota seolah dibiarkan untuk mencari tahu sendiri dan memilih barang-barang yang ada.

5) Conquering Buying Filter

Manusia memiliki kontrol terhadap berbagai godaan, tak terkecuali godaan berbelanja. Di IKEA, barang-barang kecil seperti boneka kecil, jepitan kantong plastik, atau tatakan piring bisa menjadi barang-barang yang justru meluruskan Buying Filter kita lho!

6) Reciprocity

Kenapa IKEA tidak takut katalognya akan dijadikan sebagai referensi untuk diciptakan desain yang oleh orang lain? Karena biaya furniture IKEA akan terbilang efisiensi jika di produksi banyak. Dengan harga yang murah dan kualitas yang sama, hal inilah yang meminimalisir adanya penjiplakkan.

7) Service Warranty

IKEA menerapkan garansi dan juga pengembalian barang dengan pengembalian uang 100%, seperti di tokonya yang berada di Amerika Serikat.

Menurut IKEA pengembalian garansi ini tidak berbahaya, kenapa?

1) karena ada syarat pengembalian, yaitu barang masih harus dalam kondisi baik/belum digunakan.
2) jika tiba saatnya konsumen kembali ke IKEA, maka mereka akan kembali terjebak dengan SUNK COST FALLACY dan RECIPROCITY.

Bagaimana ada yang ingin menerapkan ilmu behavioral science, layaknya IKEA?